Pemutusan Hubungan Kerja dan Jamsostek
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Masalah ekonomi biaya tinggi sungguh sangat mempengaruhi kebijakan perburuhan atau ketenga kejaan di Indonesia. Biaya biaya dari pengurusan usaha, pajak di bawah meja, preman preman di daerah industri, belum keamanan dari TNI/POLRI, setoran THR untuk para pejabat ini semua menjadi ini permasalah. Hal semacam ini sudah harus dihentikan. Menurunkan kualitas barang dan menekan upah buruh dianggap solusi paling ampuh untuk menyelesaikan masalah di atas. Apalagi surplusnya para pencari kerja, maka dengan mudah aturan aturan perburuhan bisa saja jadi dilanggar.
Kemudian hubungan ketenaga kerjaan adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu. Akan tetapi dalam sutau perjanjian kerja haruslah ada pekerjaan yang jelas yang dilakukan oleh pekerja dan sesuai dengan job dis dan kontrak yang telah disepakati. Setelah itu muncullah adanya istilah hukum ketenagakerjaan yang mengatut tentang perburuhan oleh pemerintah.
Namun tidak hanya selesai dengan itu pemerintah menangani ketenaga kerjaan Seharusnya pemerintah sudah memmikirkan bagaimana memperkokoh lembaga tenaga kerja dengan memperhatikan semua kepentingan baik pengusaha maupun para pekerja dengan menggiatkan pendidikan pada tataran bawah khususnya pekerja. Uji kelayakan kompetensi yang ada selama ini tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya sehingga rakyat tidak siap dengan kemajian industri di belahan dunia lain. Bagaimana bisa maju, kita saat ini masih masih mengunakan mesin-mesin lama yang tidak diperbaharui dan buruh masaih gagap terhadap teknologi. Pemerintah seharusnya mulai mengglakkan untuk membuka lapangan kerja yang berbasis pada home industri, dengan mengadakan pinjaman lunak koperasi pada rakyat terkhusus pada angkatan kerja yang termasuk dalam daftar pengangguran.
B. Rumusan Masalah
1) Seperti apa UUD Ketenaga Kerjaan?
2) Bagaimana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?
3) Apa yang di maksut Jamsostek ?
BAB II
Pemmbahasan
A. UUD Ketenaga Kerjaan
Berdasarkan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Jo.Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
1) Kajian hukum
Sesuai dengan draf Revisi UU No.13/2003 Pasal 167 (3) Apabila pekerja/buruh diputuskan hubungan kerjanya karena mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud ayat (1) sesuai dengan batas usia pensiun yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud ayat (2), maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1(satu) kali ketentuan dalam pasal 156(3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.
Pranata hukum ketenagakerjaan di perusahaan berarti peraturan-peraturan atau perjanjian yang berlaku dan applicable dalam lingkup perusahaan. Pranata hukum ketenagakerjaan di perusahaan idealnya mengatur 2 hal yang utama yaitu:
1. Ketentuan normatif
2. Syarat kerja
Ketentuan normatif adalah segala hal yang sudah diatur dalam peraturan perundang undangan. Sedangkan syarat kerja adalah hal-hal yang belum diatur dalam peraturan per UU an. contoh dari ketentuan normatif adalah mengenai waktu kerja yang oleh UU telah ditetapkan sebagai 40 jam per minggu, sedangkan contoh syarat kerja misalnya besaran uang pisah (yang mana belum diatur detail dalam UU) atau hal-hal lain yang sifatnya detail dan teknis. Ketentuan normatif sudah diatur dalam Peraturan perUUan, sedangkan syarat kerja perlu diatur dalam Peraturan internal Perusahaan yang akan dibahas dalam paragraf selanjutnya.
Pranata hukum ketenagakerjaan di perusahaan mencakup eksternal dan juga internal. Maksud dari eksternal adalah Peraturan Per UU an sebagaimana dalam UU No 1o tahun 2004 . Sedangkan maksud dari Internal yaitu Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja (PK). Peraturan Eksternal dan Internal dalam lingkup perusahaan dapat diurutkan berdasarkan mana yang tertinggi sebagaimana berikut (lihat Pasal 54 ayat 2, Pasal 124 ayat 2 dan 3, Pasal 127 ayat 1 UU 13 2003 yang secara implisit mengemukakan hal ini):
· Peraturan Per UU an
· Perjanjian Kerja Bersama
· Peraturan Perusahaan (jika ada)
· Perjanjian Kerja
Disamping itu tenaga kerja merupakan tulang punggung pembangunan yang dalam ini adalah pertumbuhan industri, maka kegiatan yang dilakukan, akan mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum, dan hubungan antar dan inter organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2) Soft Skills dalam ketenaga kerjaan
Soft skills yang mengacu kepada keterampilan kepemimpinan, komunikasi, kerja sama, cara mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan lain-lain, ternyata tak banyak dimiliki oleh para calon tenaga kerja. Gaya hidup anak muda yang lebih banyak bermain di depan komputer dengan beragam game online, telah membuat mereka awam bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
Mereka kurang mampu membina komunikasi dengan orang lain. Jangankan menjadi seorang pemimpin, sebagian anak-anak muda kurang mampu mengutarakan maksud dan tujuan hidupnya sendiri dengan kata-kata yang tepat tanpa menyinggung perasaan orang lain.
Kemampuan soft skill yang kurang ini banyak dikeluhkan oleh para penerima tenaga kerja muda tersebut. Malah ada yang mengaku bahwa para pekerja baru tersebut terlalu percaya diri sehingga banyak menuntut fasilitas yang terlalu berlebihan sebagai orang baru. Ada juga yang membuat curriculum vitae yang berlebihan sehingga di lapangan semua itu hanyalah isapan jempol. Memang lebih mudah memberikan perlatihan untuk hard skill dibandingkan perlatihan untuk soft skill
Sedangkan asib buruh di Indonesia memang selalu digambarkan tragis. Belum juga reda penolakan mereka terhadap keberadaan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang dinilai tidak pro kepentingan buruh, kini mereka harus dihadapkan lagi dengan adanya rencana revisi undang-undang tersebut yang lagi-lagi menurut pengamatan mereka secara substansi tidak pro kepentingan buruh.
Untuk merealisasikan hal tersebut pemerintah mengadakan forum tripartit, dimana dalam forum tersebut akan bertemu tiga elemen yang berkepentingan yakni pemerintah, pengusaha, dan buruh/pekerja. Rencananya, pada 9 Maret 2006 nanti, pemerintah akan menyelenggarakan forum tripartit kedua dalam rangka pembahasan revisi terhadap UU No. 13/2003.
3) Penanganan Pemerintah
Seharusnya pemerintah sudah memmikirkan bagaimana memperkokoh lembaga tenaga kerja dengan memperhatikan semua kepentingan baik pengusaha maupun para pekerja dengan menggiatkan pendidikan pada tataran bawah khususnya pekerja. Uji kelayakan kompetensi yang ada selama ini tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya sehingga rakyat tidak siap dengan kemajian industri di belahan dunia lain. Bagaimana bisa maju, kita saat ini masih masih mengunakan mesin-mesin lama yang tidak diperbaharui dan buruh masaih gagap terhadap teknologi. Pemerintah seharusnya mulai mengglakkan untuk membuka lapangan kerja yang berbasis pada home industri, dengan mengadakan pinjaman lunak koperasi pada rakyat terkhusus pada angkatan kerja yang termasuk dalam daftar pengangguran.
Pemerintah juga seharusnya mengalokasikan penyaluran pajak dengan baik kepada para buruh dan infrastruktur yang dibutuhkan oleh para pekerja serta Kembalikan Jamsostek kepada buruh. Dan yang paling inti adalah Bubarkan lembaga Dewan Pengupahan, untuk penentuan upah pada tiap tahunnya yang harus disesuaikan dengan invlasi dan pemasukan yang diterima oleh pengusahan dan daya beli buruh.
Saat ini, hampir di seluruh propinsi dan kota/kabupaten telah masuk usulan dari Dewan Pengupahan (Propinsi dan Kota ) kepada Gubernur/Walikota/Bupati untuk ditetapkan. Bila dilihat, dari usulan kenaikannya hampir tidak ada artinya bagi peningkatan kesejahteraan buruh. Hal ini membuktikan bahwa Dewan Pengupahan hanya menjadi institusi untuk memastikan politik upah murah tetap dijalankan di seluruh Indonesia dan wajar jika kemudian ditolak dimana-mana. Bahkan di lapangan, kenaikan upah minimum ini dibandingkan kenaikan harga-harga barang, upah riil yang diterima buruh justru turun dan semakin jauh dari hidup layak. Hal ini wajar saja terjadi disebabkan Dewan pengupahan bekerja seperti setengah hati. Mengadakan survey kenaikan harga barang sebagai kebutuhan pokok tidak sesuai dengan aturan main. Survey diadakan di pasar-pasar induk yang jauh dari tempat tinggal para buruh, bahkan survey-pun terkadang tidak dilakukan sama sekali.
B. PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha Pasal 1 angka 25).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa PHK dapat terjadi karena bermacam sebab.Untuk beberapa ketentuan, diperlukan adanya penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk sahnya PHK tersebut, namun terdapat juga ketentuan jenis PHK yang tidak memerlukan ketentuan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Undang-Undang Ketenagakerjaan secara tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan(Pasal 153):
a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja menikah;
e. pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB;
g. pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK, PP, atau PKB;
h. pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
C. Jamsostek
Jamsostek adalah singkatan dari jaminan sosial tenaga kerja, dan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.
1) Hak dan kewajiban
Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992 mengatur Jenis Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran.Dalam meningkatkan pelayanan jamsostek tak hentinya melakukan terobosan melalui sistem online guna menyederhanakan sistem layanan dan kecepatan pembayaran klaim hari tua (JHT)
Jamsostek atau jaminan sosial tenaga kerja adalah program pemerintah, untuk memberikan perlindungan dasar bagi tenaga kerja, guna menjaga harkat dan mertabatnya sebagai manusia, dalam mengatasi risiko risiko yang timbul di dalam hubungan kerja. Jamsostek memberi kepastian jaminan dan perlindungan terhadap risiko sosial-ekonomi, yang ditimbulkan kecelakaan kerja, cacat, sakit, hari tua dan meninggal dunia.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah adanya tudingan dari sejumlah kalangan yang salah kaprah, bahwa PT. Jamsostek seolah-olah “memonopoli” jaminan sosial untuk pekerja Indonesia. Sebagai konsekuensinya, mereka mengusulkan, agar perusahaan-perusahaan swasta juga dibolehkan untuk menjalankan program jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia tersebut. Usulan ini adalah contoh dari semangat liberalisasi yang salah arah.
Revisi UU Jamsostek itu, ujarnya, di antaranya menyangkut perubahan status PT Jamsostek menjadi lembaga Wali Amanah dan adanya pasal mengenai bantuan langsung kepada tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa mempersoalkan penyebab PHK tersebut. 'Ketentuan itu dimaksudkan untuk mengompensasi pesangon PHK yang berkurang sebagaimana tercantum dalam revisi UU tenaga kerja,
2) Perlindungan oleh jamsostek
Program ini memberikan perlindungan yang bersifat mendasar bagi peserta jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh Program Jamsostek terbatas yaitu perlindungan pada :
Ø Peristiwa kecelakaan
Ø Sakit
Ø Hamil
Ø Bersalin
Ø Cacat
Ø Hari tua
Ø Meninggal dunia
Hal-hal ini mengakibatkan berkurangnya dan terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis.
Jika usulan tersebut dilaksanakan, nasib para pekerja Indonesia belum tentu menjadi lebih baik, tetapi justru bisa terancam. Masalahnya, perusahaan swasta itu bisa untung, tetapi juga bisa bangkrut. Jika kondisi buruk itu terjadi, siapa yang akan menjamin kembalinya uang pekerja, Tentu perusahaan swasta tersebut gagal memberikan jaminan sosial bagi pekerja, dan akan cenderung lepas tangan. Akhirnya, persoalannya lagi-lagi akan dilempar ke pemerintah atau DPR, dan menimbulkan keresahan di kalangan pekerja.
Sebaliknya, lewat PT. Jamsostek atau badan yang akan dibentuk nanti, pemerintah dapat menjamin hak-hak kaum pekerja tersebut. Jika yang dipersoalkan adalah pelayanan yang kurang baik atau belum optimal, pihak Jamsostek tentunya tidak menutup diri dan berbesar hati menerima kritik. Jamsostek dapat melakukan pembenahan, serta meningkatkan kinerja dan profesionalisme para petugasnya.
3) Peraturan tentang Jamsostek
Ø Pengaturan program kepesertaan jamsostek adalah wajib melalui Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Ø Pengaturan tentang pelaksanaannya jamsostek dituangkan dalam:
· Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993.
· Keputusan Presiden No.22 Tahun 1993.
· Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-12/Men/VI/2007.
Hal-hal tersebut barulah sebagian dari tantangan-tantangan yang harus dihadapi pihak Jamsostek di masa mendatang. Namun, dengan tekad yang kuat dan kerja keras seluruh jajaran Jamsostek, untuk selalu berintrospeksi dan memperbaiki diri, Insya Allah, semua tantangan tersebut akan dapat diatasi dengan baik.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis ketenagakerjaan adalah berkaitan dengan rasio beban tanggungan atau burden of dependency ratio. Yang dimaksud dengan dependency ratio adalah beban yang ditanggung oleh penduduk produktif terhadap penduduk tidak produktif. Oleh karena itu, semakin banyak penduduk produktif yang tidak bekerja, maka dengan sendirinya akan meningkatkan beban tanggungan. Kondisi ini juga banyak ditemukan di Kabupaten Bima di mana masyarakatnya tinggal di wilayah pedesaan yang mana laki-laki muda banyak tidak bekerja demikian pula dengan wanitanya.sedangkan
Pranata hukum ketenagakerjaan di perusahaan berarti peraturan-peraturan atau perjanjian yang berlaku dan applicable dalam lingkup perusahaan. Pranata hukum ketenagakerjaan di perusahaan idealnya mengatur 2 hal yang utama yaitu:
3. Ketentuan normatif
4. Syarat kerja
Ketentuan normatif adalah segala hal yang sudah diatur dalam peraturan perundang undangan. Sedangkan syarat kerja adalah hal-hal yang belum diatur dalam peraturan per UU an. contoh dari ketentuan normatif adalah mengenai waktu kerja yang oleh UU telah ditetapkan sebagai 40 jam per minggu, sedangkan contoh syarat kerja misalnya besaran uang pisah (yang mana belum diatur detail dalam UU) atau hal-hal lain yang sifatnya detail dan teknis. Ketentuan normatif sudah diatur dalam Peraturan perUUan, sedangkan syarat kerja perlu diatur dalam Peraturan internal Perusahaan yang akan dibahas dalam paragraf selanjutnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa PHK dapat terjadi karena bermacam sebab.Untuk beberapa ketentuan, diperlukan adanya penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk sahnya PHK tersebut, namun terdapat juga ketentuan jenis PHK yang tidak memerlukan ketentuan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Kemudian Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992 mengatur Jenis Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran.Dalam meningkatkan pelayanan jamsostek tak hentinya melakukan terobosan melalui sistem online guna menyederhanakan sistem layanan dan kecepatan pembayaran klaim hari tua (JHT).
DAFTAR PUSTAKA
Masyhur, Kahar. 1992.Pemutusan Hubungan Kerja . PT Rineka Cipta : Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/PHK.25.Oktober.2011.21:00Pm.
http://id.wikipedia.org/wiki/jamsostek.25.Oktober.2011.21:Pm.
http://google.search.engine.perburuhan.25.Oktober.2011.21:Pm.